Contoh Karangan Fiksi


Novel

Cerita Pendek 

Jenis-jenis Puisi Lama
  1. Mantra 
    Assalammu’alaikum putri satulung besar
    Yang beralun berilir simayang
    Mari kecil, kemari
    Aku menyanggul rambutmu
    Aku membawa sadap gading
    Akan membasuh mukamu
  2. Pantun
    Kalau ada jarum patah
    Jangan dimasukkan ke dalam peti
    Kalau ada kataku yang salah
    Jangan dimasukkan ke dalam hati
  3. Karmina
    Dahulu parang sekarang besi (a)
    Dahulu sayang sekarang benci (a)
  4. Seloka
    Lurus jalan ke Payakumbuh,
    Kayu jati bertimbal jalan
    Di mana hati tak kan rusuh,
    Ibu mati bapak berjalan
  5. Gurindam
    Kurang pikir kurang siasat (a)
    Tentu dirimu akan tersesat (a)
    Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b)
    Bagai rumah tiada bertiang (b)
    Jika suami tiada berhati lurus (c)
    Istri pun kelak menjadi kurus (c)
  6. Syair
    Pada zaman dahulu kala (a)
    Tersebutlah sebuah cerita (a)
    Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
    Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
  7. Talibun
    Kalau anak pergi ke pekan
    Yu beli belanak pun beli sampiran
    Ikan panjang beli dahulu
    Kalau anak pergi berjalan
    Ibu cari sanak pun cari isi
    Induk semang cari dahulu
Puisi Baru Menurut Isinya
  1. Balada
    Gelap mulai mengelilingi bumi
    Diantara jalan jalan raya
    Mutiara pasang aksi bersama malam
    Di jantung perkotaan

    Kala pancaran mutiara yang kemilau
    Ada diantara jalan jalan raya
    Orang banyak sering diam sejenak
    Dimalam hari
    Di jantung perkotaan

    Kadang dalam hati timbul iba
    Antara tanya,
    Mengapa dia ada diantara jalan jalan raya
    Kenapa ia menempuh jalan pintas
    Dijantung perkotaan

    Doaku pada Tuhan
    Semoga mutiara selalu selamat
    Pada kembalinya disetiap senja
    Yang hampir kelam
  2. Himne
    Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
    Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
    Menggeliat derita pada lekuk dan liku
    bawah sayatan khianat dan dusta.
    Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
    menitikkan darah dari tangan dan kaki
    dari mahkota duri dan membulan paku
    Yang dikarati oleh dosa manusia.
    Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
    dunia kehilangan sumber kasih
    Besarlah mereka yang dalam nestapa
    mengenal-Mu tersalib di datam hati.
    (Saini S.K)
  3. Ode
    Generasi Sekarang
    Di atas puncak gunung fantasi
    Berdiri aku, dan dari sana
    Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
    Generasi sekarang di panjang masa
    Menciptakan kemegahan baru
    Pantun keindahan Indonesia
    Yang jadi kenang-kenangan
    Pada zaman dalam dunia
    (Asmara Hadi)
  4. Epigram
    Hari ini tak ada tempat berdiri
    Sikap lamban berarti mati
    Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
    Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
    (Iqbal)
  5. Romansa
    Arti cinta
    Cinta akan terasa bahagia
    Bila kita selalu bersama
    Cinta tak kan indah
    Bila kita jauh terpisah
    Cinta akan abadi
    Bila kita saling berbagi
    Cinta akan sejati
    Bila kita saling mengerti

  6. Elegi
    Senja di Pelabuhan Kecil
    Ini kali tidak ada yang mencari cinta
    di antara gudang, rumah tua, pada cerita
    tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
    menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
    Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
    menyinggung muram, desir hari lari berenang
    menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
    dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
    Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
    menyisir semenanjung, masih pengap harap
    sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
    dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
    (Chairil Anwar)
  7. Satire
    Aku bertanya
    tetapi pertanyaan-pertanyaanku
    membentur jidat penyair-penyair salon,
    yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
    sementara ketidakadilan terjadi
    di sampingnya,
    dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
    termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
    (WS Rendra)
Puisi Baru Menurut Bentuknya
  1. Distikon
    Berkali kita gagal
    Ulangi lagi dan cari akal
    Berkali-kali kita jatuh
    Kembali berdiri jangan mengeluh
    (Or. Mandank)
  2. Terzina
    Dalam ribaan bahagia datang
    Tersenyum bagai kencana
    Mengharum bagai cendana
    Dalam bah’gia cinta tiba melayang
    Bersinar bagai matahari
    Mewarna bagaikan sari
    (Sanusi Pane)
  3. Kuatrain
    Mendatang-datang jua
    Kenangan masa lampau
    Menghilang muncul jua
    Yang dulu sinau silau
    Membayang rupa jua
    Adi kanda lama lalu
    Membuat hati jua
    Layu lipu rindu-sendu
    (A.M. Daeng Myala)
  4. Kuint
    Hanya Kepada Tuan
    Satu-satu perasaan
    Hanya dapat saya katakan
    Kepada tuan
    Yang pernah merasakan
    Satu-satu kegelisahan
    Yang saya serahkan
    Hanya dapat saya kisahkan
    Kepada tuan
    Yang pernah diresah gelisahkan
    Satu-satu kenyataan
    Yang bisa dirasakan
    Hanya dapat saya nyatakan
    Kepada tuan
    Yang enggan menerima kenyataan
    (Or. Mandank)
  5. Sektet
    Merindu Bagia
    Jika hari’lah tengah malam
    Angin berhenti dari bernapas
    Sukma jiwaku rasa tenggelam
    Dalam laut tidak terwatas
    Menangis hati diiris sedih
    (Ipih)
  6. Septime
    Indonesia Tumpah Darahku
    Duduk di pantai tanah yang permai
    Tempat gelombang pecah berderai
    Berbuih putih di pasir terderai
    Tampaklah pulau di lautan hijau
    Gunung gemunung bagus rupanya
    Ditimpah air mulia tampaknya
    Tumpah darahku Indonesia namanya
    (Mohammad Yamin)
  7. Oktaf  atau Stanza
    Awan
    Awan datang melayang perlahan
    Serasa bermimpi, serasa berangan
    Bertambah lama, lupa di diri
    Bertambah halus akhirnya seri
    Dan bentuk menjadi hilang
    Dalam langit biru gemilang
    Demikian jiwaku lenyap sekarang
    Dalam kehidupan teguh tenang
    (Sanusi Pane)
  8. Soneta
    Gembala
    Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
    Melihat anak berelagu dendang ( b )
    Seorang saja di tengah padang ( b )
    Tiada berbaju buka kepala ( a )
    Beginilah nasib anak gembala ( a )
    Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
    Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
    Pulang ke rumah di senja kala ( a )
    Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
    Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
    Melagukan alam nan molek permai ( a )
    Wahai gembala di segara hijau ( c )
    Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
    Maulah aku menurutkan dikau ( c )
    (Muhammad Yamin)

Puisi Kontemporer 
  1. Puisi Mantra
    Shang Hai
    ping di atas pong
    pong di atas ping
    ping ping bilang pong
    pong pong bilang ping
    mau pong? bilang ping
    mau mau bilang pong
    mau ping? bilang pong
    mau mau bilang ping
    ya pong ya ping
    ya ping ya pong
    tak ya pong tak ya ping
    ya tak ping ya tak pong
    sembilu jarakMu merancap nyaring
    (Sutardji Calzoum Bachri dalam O Amuk Kapak, 1981)
  2. Puisi Mbeling
    Sajak Sikat Gigi
    Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
    Di dalam tidur ia bermimpi
    Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
    Ketika ia bangun pagi hari
    Sikat giginya tinggal sepotong
    Sepotong yang hilang itu agaknya
    Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
    Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
    (Yudhistira Ardi Nugraha dalam Sajak Sikat Gigi, 1974)
  3. Puisi Konkret
    Doktorandus Tikus I
    selusin toga
    me
    nga
    nga
    seratus tikus berkampus
    diatasnya
    dosen dijerat
    profesor diracun
    kucing
    kawin
    dan bunting
    dengan predikat
    sangat memuaskan
    (F.Rahardi dalam Soempah WTS, 1983)

tanda tangan